Elektabilitas Paslon Madiun Mengalami Penurunan Signifikan

$rows[judul]
Keterangan Gambar : Direktur We Intitut, Sugeng Siswanto saat membeberkan hasil survei yang ke dua

Madiun, Hasil survei Pilwalkot 2024 Kota Madiun kembali dibeberkan lembaga penelitian. Kali ini, survei datang dari WE Institut. Lagi pula, pasangan calon (paslon) Maidi-F Bagus Panuntun (Madiun) masih unggul dalam perolehan elektabilitas alias tingkat keterpilihan.

Baik dalam survei pertanyaan terbuka maupun tertutup.

''Survei kami lakukan periode 11-16 November. Ini merupakan preferensi aspirasi masyarakat terhadap pilwalkot,'' kata Direktur WE Institut Sugeng Siswanto dalam rilis pers disalah satu rumah makan di Kota Madiun, Rabu malam (20/11/2024).

Baca Juga :

Menggunakan metode multistage random sampling terhadap 400 responden dengan margin of eror 4,9 persen, kata Sugeng, paslon Madiun memiliki dukungan tertinggi dengan 46,5 persen dalam survei pertanyaan tertutup. Disusul pasangan Inda Raya- Aldi Dwi Prastianto (Dadi) sebesar 28 persen dan Bonie Laksmana- Bagus Rizky Dinarwan (Bonus) sebesar 12 persen. Sedangkan untuk survei pertanyaan tertutup, paslon Madiun masih diunggulkan dengan tingkat elektabilitas sebesar 55,3 persen. Kemudian paslon Dadi sebesar 26,3 persen dan paslon Bonus sebesar 15,3 persen.

''Sisanya sekitar 4,1 persen belum menentukan pilihan, tidak tahu, atau tidak menjawab,'' Beber Sugeng.

Meski unggul, Sugeng menyebut elektabilitas paslon Madiun sejatinya mengalami penurunan signifikan jika dibandingkan dengan survei WE Institut pada periode Juli lalu. Saat itu, paslon Madiun memperoleh elektabilitas sekitar 70 persen. Seiring munculnya penantang, baik paslon Dadi maupun paslon Bonus, elektabilitas paslon Madiun tergerus di kisaran angka 46,5 persen dan 55,3 persen.

''Dari survei menunjukkan penantang serius melakukan kerja politik. Faktor utama yang mempengaruhi adalah kunjungan para paslon ke masyarakat,'' dia.

Di sisi lain, masih adanya politik transaksional di Kota Madiun juga dapat mempengaruhi elektabilitas menjelang coblosan. Pasalnya, masyarakat kelas menengah ke bawah masih cukup besar. Sehingga, jika menerima ketidakseimbangan pasti akan berpikir ulang jika hanya menerima hasil-hasil kinerja petahana.

''Tidak cukup hanya menyampaikan kinerja yang bagus. Saya rasa sekarang zaman politik transaksional masih ada. Berbeda dengan masyarakat golongan kelas menengah ke atas dikasih uang tidak peduli,'' tutupnya.