Berkembangnya kabupaten Banyuwangi harus didukung dengan peraturan dan perencanaan tata ruang yang baik, mudah namun tidak menyalahi aturan yang ada. Salah satu yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Permukiman ( DPUCKPP ) Kabupaten Banyuwangi adalah mengajukan revisi aturan tentang RTRWRevisi RTRW ini merupakan salah satu cara pemerintah kabupaten Banyuwangi untuk mengundang banyak peminat investor untuk ber investasi di Banyuwangi dengan aman, nyaman dan tidak menabrak aturan yang berlaku.
Bicara tentang investasi daerah utamanya disektor pariwisata, upaya pemerintah untuk membangun sektor pariwisata ini sebenarnya mengalami banyak hambatan utamanya pada regulasi daerah, contoh pembangunan area pesisir pantai, jika mengacu pada Perda No.8 Tahun 2012, maka kita akan terkunci dengan adanya aturan perlindungan setempat, yang mewajibkan pembangunan harus memiliki jarak tertentu dari bibir pantai, hal ini berbanding terbalik dengan apa yang ada di daerah lain seperti contohnya Bali, di Bali perlindungan setempat itu tidak ada jadi semuanya menjadi kawasan wisata, jelas Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Pemukiman (DPU CKPP) Kabupaten Banyuwangi,
Dr. Suyanto Waspo Tondo Wicaksono, M.Si. Melalui Kabid Penataan Ruang, Bayu Hadiyanto, ST. MSi. ( 13 / 7 ).
Tujuan dari rencana tata ruang wilayah direvisi lalu ditetapkan itu juga untuk meningkatkan minat investasi para investor di daerah, hal itulah yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Banyuwangi.
" Tujuan dari perencanaan tata ruang yang sudah kita usulkan itu guna meningkatkan minat investasi para investor yang harapannya kedepan perekonomian Banyuwangi bisa tumbuh kembang lagi. Untuk konsep tata ruang pemerintah kabupaten Banyuwangi sendiri kedepan pariwisata yang menjadi sektor unggulan dan juga terkait dengan industri kita juga menyesuaikan dengan misalkan berkembangnya PT. INKA dan sektor lain," ungkap Bayu.
Kita berharap lokasi investasi untuk industri itu tidak hanya tersentral namun kita menyiapkan sentral - sentralnya dan memiliki kantong - kantong industri lain
" Dengan memiliki kantong - kantong industri lain agar bisa mengambangkan di wilayah masing - masing. Industri disini kan tidak hanya manufaktur, tapi ada industri pendukung pertanian, industri pendukung perkebunan dan yang lain. Sehingga itu semua bisa berkembang," imbuh Bayu.
Proses peninjauan kembali Raperda RTRW, proses panjang sejak diajukannya peninjauan pada tahun 2014. Undang-undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, menjadi kendalanya, mengingat aturan yang menyebutkan peninjauan kembali rencana tata ruang hanya bisa dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan, papar Bayu.
Hingga peninjauan baru dapat dilakukan pada tahun 2018, sekaligus menjadi awal masuknya pembahasan RTRW dalam program legistasi daerah, yang pada saat itu pelaksanaannya dipegang oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
“Jadi pada tahun 2018 itu leading sektor penataan ruang masih dipegang Bappeda, sampai adanya Permendagri 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah, maka untuk RTRW tupoksinya pindah ke PU, namun dalam hal ini materi teknisnya sudah mereka yang mengerjakan.” Ujarnya.
Barulah dengan terbitnya Undang-undang Cipta Kerja mengubah kembali subtansi dimana mengacu pada PP No.21 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang sepenuhnya menjadi kewenangan PU.